Kisah Islami, Cinta Sejati Yang Berawal Dari Kebencian (Sangat Inspiratif)
Blog Khusus Doa - Tumbuh besar di Amerika, Anda akan menemukan nilai-nilai kristiani yang tersembunyi dan secara turun temurun bertahan di lingkungan masyarakat. Namun agama tidaklah kuat cukup besar dalam keseharian mereka. Sejak kecil, Nenek selalu mengajakku ke gereja di final pekan yang biasanya diisi dengan pelajaran Bibel rutin dan begitu juga kemah animo panas. Seiring dengan bertambahnya usiaku, keterlibatanku di gereja pun semakin berkurang, waktuku kuhabiskan di sekolah, acara olahraga, dan sebagainya. Aku selalu menonjol di bidang matematika dan sains selama masa sekolah, dan saya sangat tertarik dalam bidang tersebut.
Semasa Sekolah Menengan Atas kuputuskan untuk meninggalkan agama sepenuhnya dan kemudian menjadi seorang atheis, khususnya sehabis berdiskusi ihwal beberapa hal dengan salah seorang guruku, yang sangat teguh dengan keyakinan atheisnya. Walaupun masih duduk di dingklik SMA, dan umur yang masih 17 tahun, saya masuk militer. Saat itu nyatanya keputusan yang saya ambil tidak bertahan lama, pada masa itu juga imanku terasa diperbaharui, untuk menjadi umat kristiani yang terlahir kembali. Apabila kita meninjau kembali argumen yang sebetulnya dari kaum Atheis, ihwal tidak adanya Tuhan, maka kita akan tahu ini yakni argumen yang dangkal. Pada dikala mereka menuduh kepercayaan akan adanya Tuhan yakni sangat tidak logis, di dikala itu pula realita akan sains dan alam semesta memperlihatkan fakta yang sebaliknya. Setelah melalui perjalanan pemikiran ini, karenanya saya pun kembali membaca Bibel tiap hari. Mulai aktif beribadah dan benar-benar menjadi religius.
Musim panas berlalu, insiden 9/11 pun terjadi. Di seluruh isu dan di setiap perkumpulan, semua orang selalu membicarakannya, ihwal muslim yang mempercayai bahwa semakin banyak orang kafir yang ia bunuh, maka semakin sepakat tempatnya di surga. Hal ini sudah cukup menjadi alasan, bahwa tidak masuk nalar jikalau ada orang yang tertarik atau bahkan terbesit impian untuk mengetahui betapa “kejam”nya agama ini. Banyak orang yang kemudian berhenti pada titik ini, menumbuhkan rasa benci buta akan Islam, sebagaimana pula aku. Yah saya yakni selayaknya orang kulit putih militer Amerika, dengan kebencian yang sangat kuat terhadap Islam dan muslim. Semua ini berlanjut selama berbulan-bulan, dan kian mengeras oleh pemberitaan non-stop dari media ihwal seluruh kejahatan Islam.
Tiga bulan berlalu ketika salah satu guru kami menciptakan penawaran, barang siapa diantara para muridnya yang sanggup menghasilkan proyek asli dan cukup unik, maka otomatis akan dinyatakan lulus dari kelas yang ia ampu, hal ini disengaja untuk memancing kreativitas kami. Berkaitan dengan topik yang masih hangat, saya menentukan menciptakan game ihwal mencari dan membasmi Osama bin Laden, dan karenanya berhasil menuntaskan proyek ini lebih awal.
Karena deadline proyek ini masih ada seminggu lagi sehabis liburan natal, maka saya berkesempatan untuk menambahkan beberapa detil di masa liburan. Salah satunya yakni detil berupa turban Osama bin Laden yang terbakar api. Namun dikala saya mencari gambar-gambar pendukung fitur ini melalui Google, tanpa sengaja kutemukan beberapa artikel yang membuka pandanganku ihwal Islam.
Masih teringat salah satu judul artikel yang kubaca dikala itu, ihwal bagaimana muslim percaya akan Nuh, Ibrahim, Musa, Yesus dan para nabi lainnya yang sebelumnya sudah saya kenal semenjak kecil sebagai umat kristiani. Kisah-kisah ini yakni santapan harianku selama masih mencar ilmu Injil. Sebagai hamba kristen yang taat hal ini menarik perhatianku, bagaimana sanggup mereka percaya dengan para nabi namun tidak menjadi kristiani?.
Proyek game yang sedang dikerjakan pun kusisihkan, yang pada karenanya tidak pernah kusentuh lagi akhir sibuk dengan membaca artikel dan buku-buku. Kesibukan baruku ini terang lebih baik dari pada para media dan isu yang menciptakan sensasi akan kebencian kami terhadap apa yang telah dilakukan oleh satu atau dua orang muslim. Tiap kali saya terbangun dari tidur, maka bacaan-bacaan agama kerap menemaniku sampai-sampai saya terlelap di tengah membaca. Rutinitas gres ini terus berulang selama masa liburanku itu.
Sangat menarik yang saya temukan di masa pencarianku melalui buku-buku itu, bahwa jikalau seseorang berkeinginan untuk menjadi pribadi yang religius serta membangun kekerabatan dengan Tuhannya, maka pada umumnya ia akan mulai dari apa yang ia tahu dan menjadi pembela pedoman apapun dimana ia dibesarkan. Walaupun pedoman itu belum tentu mewakili kebenaran yang dicarinya. Untuk menjadi seorang kristiani yang sesungguhnya, saya butuh melihat lebih dalam ihwal Islam dan agama lainnya. Sehingga pilihanku terhadap kristiani tidak hanya berdasar pada keyakinan bawaan semata.
Dalam sejarah awal masa-masa kristiani, kutemukan bahwa nilai dan pedoman asli Yesus bukanlah pedoman yang ditaati dan dipraktekkan oleh gereja, bahkan gereja menstandarisasi kepercayaan mereka sembari aben apapun (dan siapapun) yang menentang mereka. Aku terinspirasi bahwa semua ini yakni jalan kehendak dari Tuhan yang selalu Ia Lakukan, dalam rangka menyelamatkan kemurnian agamaNya dan kesucian ajaranNya melalui rasul-Nya, yaitu Muhammad yang lahir pada tahun 571 Masehi, ratusan tahun sehabis majelis yang dimulai di Nicaea pada 325 M. Majelis yang sama yang melahirkan suatu ajaran, yang lebih kita kenal sebagai pedoman kristiani.
Quran pun coba kupelajari dan begitu juga dengan fakta bahwa ia belum pernah diubah-ubah, tidak satu karakter pun!. Ini isu yang luar biasa sebagai seorang penganut kristiani,mengingat sugesti yang menimpa kami menekankan bahwa “roh kudus” sendirilah yang membimbing para penulis dan penyusun Injil. Sejarah menyangkal dan memperlihatkan bahwa Bibel telah diubah dan dirusak, bahkan tidak ada manuskript asli yang sanggup dijadikan bukti dan konstribusi berarti. Berbeda dengan Injil, Quran mengatakan kesan interaksi eksklusif dengan Tuhan, bahasa asli yang berasal dari Tuhan itu sendiri, inilah yang kurasakan dikala membacanya. Bukan dari orang yang melihat orang lain melaksanakan sesuatu, yang kemudian memberitahukannya kepada orang yang lainnya lagi, yang selanjutnya menulis surat kepada seseorang, sehingga disusunlah sebuah buku berasal dari surat-surat tersebut, dimana manuskript asli surat-surat itu sekarang telah hilang, dan buku itu karenanya dibaca sebagai dongeng narasi yang seakan dituturkan oleh pelakunya langsung.
Quran di pihak lain yakni asli Kata-Kata Tuhan, seakan Ia sendiri yang menuturkannya padaku. Sebagai embel-embel saya pun menyimak sejarah akan aneka macam mukjizat yang benar-benar terjadi serta ramalan ihwal Muhammad dan Alquran.
Setelah melalui proses awal pencarian dan banyak membaca, timbul impian untuk menemui seorang muslim dan membahas ihwal apa yang kutemukan dalam Islam. Aku tidak pernah bertemu dengan seorang muslim sebelumnya, maka segera kucari tahu ihwal masjid yang ada, namun tidak ada satu masjidpun yang bersahabat dengan kawasan saya tinggal. Aku pun mulai memanfaatkan internet dan chatting dengan para muslim melalui ruang chat IRC.
Aku sempat berdialog dengan muslim dari Asia, Eropa, bahkan para mu’allaf Spanyol yang tinggal di Amerika. Kutemukan beberapa detail dari keyakinan akan Islam melalui aneka macam obrolan ini, hingga saya sama sekali tak sanggup memungkiri lagi akan kebenaran yang sungguh sangat terang terlihat.
Status sebagai muslim belum kupegang, namun telah banyak keraguan yang membisiki telingaku “tapi kan kau bukan orang Arab, Islam hanya untuk orang Arab” atau “apa kata teman-teman dan keluargamu nanti, apalagi sehabis 9/11” dan seterusnya. Ini semua hanyalah gangguan dan riak kecil yang tidak ada hubungannya dengan bersikap jujur untuk mengikuti kebenaran Tuhan. Sehingga bisikan-bisikan itu pun karenanya hilang dengan sendirinya. Aku yakni seorang muslim sehabis bersaksi seorang diri di dalam kamarku “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad yakni hamba dan utusan Allah” dan melanjutkan mencar ilmu melalui internet, online bersama muslim yang lain.
Salah satu dari beberapa muslim yang saya temui di internet berjulukan Joseph. Beliau juga warga Amerika kulit putih yang telah pensiun dari 20 tahun masa pengabdiannnya di angkatan laut. Ia cukup kaget sehabis mendengar saya belum pernah bertemu eksklusif dengan satu orang muslim pun, seketika itu ia menyetir mobilnya untuk menemuiku dengan menempuh perjalanan darat 7 jam lamanya. Kami makan siang bersama, dan ia menghadiahkan beberapa buku kepadaku. Karena ia harus bekerja kembali esok hari, maka ia pulang di hari itu juga menempuh 7 jam perjalanan darat yang sama. Persaudaraan instan yang berkembang menjadi di antara dua orang pengikut kebenaran Tuhan, yakni keunikan tersendiri dalam Islam yang akan sulit dimengerti oleh orang lain, segala puji hanya bagi Allah (Alhamdulillah).
Alhasil kondisi keislamanku kusampaikan kepada teman-teman dan keluarga, respons yang kuterima sudah sesuai ibarat yang saya duga. Kebanyakan dari mereka berlepas tangan dan tidak mau terlibat lagi dengan keputusan yang saya ambil, bahkan keluargaku sendiri menyebut saya teroris dan sebutan lain yang lebih jelek lagi. Namun ini semua hanyalah kesalahpahaman yang mereka telan dari hasil didikan media. Berdasarkan info dari Joseph dan muslim yang lain, saya berangkat menuju Virginia dengan bis untuk mengunjungi kota berkomunitas muslim yang lebih besar dan beberapa masjid yang besar pula.
Kejadian selanjutnya yakni latihan militer dasar yang kuikuti selama empat bulan. Latihan ini dilaksanakan pada liburan animo panas pertama sehabis 9/11, yang menjawab alasan dan motivasi sebahagian akseptor training dikala itu yakni alasannya kebencian mereka kepada para muslim. Tentunya ini yakni pengalaman yang “unik” bagiku sebagai satu-satunya muslim di satuan kompi training militer kami di tahun itu. Lika-liku di kamp training ini sangat banyak, namun cobaan apapun yang kita tempuh selama itu masih dalam koridor syari’at Allah dan dengan tetap bersabar, maka ini hanyalah semakin menambah keimanan kita.
Aku pun kembali dari training militer, dan sebahagaian besar keluargaku berharap hal ini akan “memperbaiki” keadaanku. Tapi yang ada hanyalah kekecewaan alasannya melihat saya masih tetap seorang muslim. Sebuah masjid kecil saya temukan di area kawasan tinggalku, namun jamaah yang aktif hanya dua orang saja. Aku pun sempat pindah dari rumah menginap di mobilku sendiri selama beberapa hari, hingga karenanya seorang kenalan saudara muslim dari Virginia mengajakku untuk pindah bersamanya. Aku pun pindah ke Virginia dan memperoleh kesempatan mencar ilmu Islam lebih mendalam dan menjadi bab dari komunitas masyarakat.
Sejak dikala itu saya mulai mencar ilmu Islam secara formal maupun non formal kepada banyak para pengajar Islam ditambah lagi dengan bahan perbandingan agama. Di masa kemudian semakin dalam saya mencar ilmu ihwal pedoman kristiani, semakin lemah pula iktikad yang saya punya. Sebaliknya dengan Islam, bertambahnya pengetahuanku hanya akan meningkatkan iktikad dan membuka cakrawala akan kesempurnaan Tuhan serta agama-Nya yang murni yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Ketika kesalahpahaman terhadap Islam mengisolir pandangan sebahagian orang, di sisi lain Islam yakni pedoman yang sempurna, sistem yang lengkap, jalan hidup yang paripurna. Islam mengatakan petunjuk dan bimbingan moral, etika, nilai-nilai spiritual, dan tatanan sosial. Sumber https://www.blogkhususdoa.com
Semasa Sekolah Menengan Atas kuputuskan untuk meninggalkan agama sepenuhnya dan kemudian menjadi seorang atheis, khususnya sehabis berdiskusi ihwal beberapa hal dengan salah seorang guruku, yang sangat teguh dengan keyakinan atheisnya. Walaupun masih duduk di dingklik SMA, dan umur yang masih 17 tahun, saya masuk militer. Saat itu nyatanya keputusan yang saya ambil tidak bertahan lama, pada masa itu juga imanku terasa diperbaharui, untuk menjadi umat kristiani yang terlahir kembali. Apabila kita meninjau kembali argumen yang sebetulnya dari kaum Atheis, ihwal tidak adanya Tuhan, maka kita akan tahu ini yakni argumen yang dangkal. Pada dikala mereka menuduh kepercayaan akan adanya Tuhan yakni sangat tidak logis, di dikala itu pula realita akan sains dan alam semesta memperlihatkan fakta yang sebaliknya. Setelah melalui perjalanan pemikiran ini, karenanya saya pun kembali membaca Bibel tiap hari. Mulai aktif beribadah dan benar-benar menjadi religius.
Musim panas berlalu, insiden 9/11 pun terjadi. Di seluruh isu dan di setiap perkumpulan, semua orang selalu membicarakannya, ihwal muslim yang mempercayai bahwa semakin banyak orang kafir yang ia bunuh, maka semakin sepakat tempatnya di surga. Hal ini sudah cukup menjadi alasan, bahwa tidak masuk nalar jikalau ada orang yang tertarik atau bahkan terbesit impian untuk mengetahui betapa “kejam”nya agama ini. Banyak orang yang kemudian berhenti pada titik ini, menumbuhkan rasa benci buta akan Islam, sebagaimana pula aku. Yah saya yakni selayaknya orang kulit putih militer Amerika, dengan kebencian yang sangat kuat terhadap Islam dan muslim. Semua ini berlanjut selama berbulan-bulan, dan kian mengeras oleh pemberitaan non-stop dari media ihwal seluruh kejahatan Islam.
Tiga bulan berlalu ketika salah satu guru kami menciptakan penawaran, barang siapa diantara para muridnya yang sanggup menghasilkan proyek asli dan cukup unik, maka otomatis akan dinyatakan lulus dari kelas yang ia ampu, hal ini disengaja untuk memancing kreativitas kami. Berkaitan dengan topik yang masih hangat, saya menentukan menciptakan game ihwal mencari dan membasmi Osama bin Laden, dan karenanya berhasil menuntaskan proyek ini lebih awal.
Karena deadline proyek ini masih ada seminggu lagi sehabis liburan natal, maka saya berkesempatan untuk menambahkan beberapa detil di masa liburan. Salah satunya yakni detil berupa turban Osama bin Laden yang terbakar api. Namun dikala saya mencari gambar-gambar pendukung fitur ini melalui Google, tanpa sengaja kutemukan beberapa artikel yang membuka pandanganku ihwal Islam.
Masih teringat salah satu judul artikel yang kubaca dikala itu, ihwal bagaimana muslim percaya akan Nuh, Ibrahim, Musa, Yesus dan para nabi lainnya yang sebelumnya sudah saya kenal semenjak kecil sebagai umat kristiani. Kisah-kisah ini yakni santapan harianku selama masih mencar ilmu Injil. Sebagai hamba kristen yang taat hal ini menarik perhatianku, bagaimana sanggup mereka percaya dengan para nabi namun tidak menjadi kristiani?.
Proyek game yang sedang dikerjakan pun kusisihkan, yang pada karenanya tidak pernah kusentuh lagi akhir sibuk dengan membaca artikel dan buku-buku. Kesibukan baruku ini terang lebih baik dari pada para media dan isu yang menciptakan sensasi akan kebencian kami terhadap apa yang telah dilakukan oleh satu atau dua orang muslim. Tiap kali saya terbangun dari tidur, maka bacaan-bacaan agama kerap menemaniku sampai-sampai saya terlelap di tengah membaca. Rutinitas gres ini terus berulang selama masa liburanku itu.
Sangat menarik yang saya temukan di masa pencarianku melalui buku-buku itu, bahwa jikalau seseorang berkeinginan untuk menjadi pribadi yang religius serta membangun kekerabatan dengan Tuhannya, maka pada umumnya ia akan mulai dari apa yang ia tahu dan menjadi pembela pedoman apapun dimana ia dibesarkan. Walaupun pedoman itu belum tentu mewakili kebenaran yang dicarinya. Untuk menjadi seorang kristiani yang sesungguhnya, saya butuh melihat lebih dalam ihwal Islam dan agama lainnya. Sehingga pilihanku terhadap kristiani tidak hanya berdasar pada keyakinan bawaan semata.
Dalam sejarah awal masa-masa kristiani, kutemukan bahwa nilai dan pedoman asli Yesus bukanlah pedoman yang ditaati dan dipraktekkan oleh gereja, bahkan gereja menstandarisasi kepercayaan mereka sembari aben apapun (dan siapapun) yang menentang mereka. Aku terinspirasi bahwa semua ini yakni jalan kehendak dari Tuhan yang selalu Ia Lakukan, dalam rangka menyelamatkan kemurnian agamaNya dan kesucian ajaranNya melalui rasul-Nya, yaitu Muhammad yang lahir pada tahun 571 Masehi, ratusan tahun sehabis majelis yang dimulai di Nicaea pada 325 M. Majelis yang sama yang melahirkan suatu ajaran, yang lebih kita kenal sebagai pedoman kristiani.
Quran pun coba kupelajari dan begitu juga dengan fakta bahwa ia belum pernah diubah-ubah, tidak satu karakter pun!. Ini isu yang luar biasa sebagai seorang penganut kristiani,mengingat sugesti yang menimpa kami menekankan bahwa “roh kudus” sendirilah yang membimbing para penulis dan penyusun Injil. Sejarah menyangkal dan memperlihatkan bahwa Bibel telah diubah dan dirusak, bahkan tidak ada manuskript asli yang sanggup dijadikan bukti dan konstribusi berarti. Berbeda dengan Injil, Quran mengatakan kesan interaksi eksklusif dengan Tuhan, bahasa asli yang berasal dari Tuhan itu sendiri, inilah yang kurasakan dikala membacanya. Bukan dari orang yang melihat orang lain melaksanakan sesuatu, yang kemudian memberitahukannya kepada orang yang lainnya lagi, yang selanjutnya menulis surat kepada seseorang, sehingga disusunlah sebuah buku berasal dari surat-surat tersebut, dimana manuskript asli surat-surat itu sekarang telah hilang, dan buku itu karenanya dibaca sebagai dongeng narasi yang seakan dituturkan oleh pelakunya langsung.
Quran di pihak lain yakni asli Kata-Kata Tuhan, seakan Ia sendiri yang menuturkannya padaku. Sebagai embel-embel saya pun menyimak sejarah akan aneka macam mukjizat yang benar-benar terjadi serta ramalan ihwal Muhammad dan Alquran.
Setelah melalui proses awal pencarian dan banyak membaca, timbul impian untuk menemui seorang muslim dan membahas ihwal apa yang kutemukan dalam Islam. Aku tidak pernah bertemu dengan seorang muslim sebelumnya, maka segera kucari tahu ihwal masjid yang ada, namun tidak ada satu masjidpun yang bersahabat dengan kawasan saya tinggal. Aku pun mulai memanfaatkan internet dan chatting dengan para muslim melalui ruang chat IRC.
Aku sempat berdialog dengan muslim dari Asia, Eropa, bahkan para mu’allaf Spanyol yang tinggal di Amerika. Kutemukan beberapa detail dari keyakinan akan Islam melalui aneka macam obrolan ini, hingga saya sama sekali tak sanggup memungkiri lagi akan kebenaran yang sungguh sangat terang terlihat.
Status sebagai muslim belum kupegang, namun telah banyak keraguan yang membisiki telingaku “tapi kan kau bukan orang Arab, Islam hanya untuk orang Arab” atau “apa kata teman-teman dan keluargamu nanti, apalagi sehabis 9/11” dan seterusnya. Ini semua hanyalah gangguan dan riak kecil yang tidak ada hubungannya dengan bersikap jujur untuk mengikuti kebenaran Tuhan. Sehingga bisikan-bisikan itu pun karenanya hilang dengan sendirinya. Aku yakni seorang muslim sehabis bersaksi seorang diri di dalam kamarku “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad yakni hamba dan utusan Allah” dan melanjutkan mencar ilmu melalui internet, online bersama muslim yang lain.
Salah satu dari beberapa muslim yang saya temui di internet berjulukan Joseph. Beliau juga warga Amerika kulit putih yang telah pensiun dari 20 tahun masa pengabdiannnya di angkatan laut. Ia cukup kaget sehabis mendengar saya belum pernah bertemu eksklusif dengan satu orang muslim pun, seketika itu ia menyetir mobilnya untuk menemuiku dengan menempuh perjalanan darat 7 jam lamanya. Kami makan siang bersama, dan ia menghadiahkan beberapa buku kepadaku. Karena ia harus bekerja kembali esok hari, maka ia pulang di hari itu juga menempuh 7 jam perjalanan darat yang sama. Persaudaraan instan yang berkembang menjadi di antara dua orang pengikut kebenaran Tuhan, yakni keunikan tersendiri dalam Islam yang akan sulit dimengerti oleh orang lain, segala puji hanya bagi Allah (Alhamdulillah).
Alhasil kondisi keislamanku kusampaikan kepada teman-teman dan keluarga, respons yang kuterima sudah sesuai ibarat yang saya duga. Kebanyakan dari mereka berlepas tangan dan tidak mau terlibat lagi dengan keputusan yang saya ambil, bahkan keluargaku sendiri menyebut saya teroris dan sebutan lain yang lebih jelek lagi. Namun ini semua hanyalah kesalahpahaman yang mereka telan dari hasil didikan media. Berdasarkan info dari Joseph dan muslim yang lain, saya berangkat menuju Virginia dengan bis untuk mengunjungi kota berkomunitas muslim yang lebih besar dan beberapa masjid yang besar pula.
Kejadian selanjutnya yakni latihan militer dasar yang kuikuti selama empat bulan. Latihan ini dilaksanakan pada liburan animo panas pertama sehabis 9/11, yang menjawab alasan dan motivasi sebahagian akseptor training dikala itu yakni alasannya kebencian mereka kepada para muslim. Tentunya ini yakni pengalaman yang “unik” bagiku sebagai satu-satunya muslim di satuan kompi training militer kami di tahun itu. Lika-liku di kamp training ini sangat banyak, namun cobaan apapun yang kita tempuh selama itu masih dalam koridor syari’at Allah dan dengan tetap bersabar, maka ini hanyalah semakin menambah keimanan kita.
Aku pun kembali dari training militer, dan sebahagaian besar keluargaku berharap hal ini akan “memperbaiki” keadaanku. Tapi yang ada hanyalah kekecewaan alasannya melihat saya masih tetap seorang muslim. Sebuah masjid kecil saya temukan di area kawasan tinggalku, namun jamaah yang aktif hanya dua orang saja. Aku pun sempat pindah dari rumah menginap di mobilku sendiri selama beberapa hari, hingga karenanya seorang kenalan saudara muslim dari Virginia mengajakku untuk pindah bersamanya. Aku pun pindah ke Virginia dan memperoleh kesempatan mencar ilmu Islam lebih mendalam dan menjadi bab dari komunitas masyarakat.
Sejak dikala itu saya mulai mencar ilmu Islam secara formal maupun non formal kepada banyak para pengajar Islam ditambah lagi dengan bahan perbandingan agama. Di masa kemudian semakin dalam saya mencar ilmu ihwal pedoman kristiani, semakin lemah pula iktikad yang saya punya. Sebaliknya dengan Islam, bertambahnya pengetahuanku hanya akan meningkatkan iktikad dan membuka cakrawala akan kesempurnaan Tuhan serta agama-Nya yang murni yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Ketika kesalahpahaman terhadap Islam mengisolir pandangan sebahagian orang, di sisi lain Islam yakni pedoman yang sempurna, sistem yang lengkap, jalan hidup yang paripurna. Islam mengatakan petunjuk dan bimbingan moral, etika, nilai-nilai spiritual, dan tatanan sosial. Sumber https://www.blogkhususdoa.com
Belum ada Komentar untuk "Kisah Islami, Cinta Sejati Yang Berawal Dari Kebencian (Sangat Inspiratif)"
Posting Komentar